Syari’at Al Qur’an bukan hanya
mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan antara sesama mereka,
akan tetapi lebih dari itu semua, sehingga syari’at mengatur hubungan
antara manusia dengan mahluk lain, misalnya binatang. Sebagai salah satu
buktinya, marilah kita renungkan sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam berikut ini,
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan perbuatan baik atas segala sesuatu:
maka bila engkau membunuh, maka berlaku baiklah pada pembunuhanmu, dan
bila engkau menyembelih, maka berlaku baiklah pada penyembelihanmu,
hendaknya salah seorang dari kamu (ketika hendak menyembelih-pen)
menajamkan pisau sembelihannya, dan menenangkan sembelihannya.” (HR.
Muslim)
Para ulama’ yang menjelaskan hadits ini menyatakan: bahwa hadits ini
berlaku dalam segala hal, segala pembunuhan, dan segala penyembelihan.
Bila hendak membunuh suatu binatang misalnya,maka bunuhlah dengan
cara-cara yang baik, bukan dengan cara dibakar hidup-hidup, atau
dicincang hidup-hidup, atau yang serupa. Akan tetapi bunuhlah dengan
cara-cara yang paling cepat mematikan.
Dan ketika menyembelih, hendaknya pisau sembelihannya ditajamkan
terlebih dahulu, dan penajaman pisaunya hendaknya tidak dilakukan
dihadapan binatang sembelihan, dan hendaknya binatang tersebut tidak
diseret dengan kasar menuju tempat penyembelihan, dan hendaknya tidak
menyembelih binatang dihadapan binatang lain yanghendak disembelih pula,
dan hendaknya tidak dikuliti dan dipotong-potong, hingga benar-benar
telah mati dst. Demikianlah syari’at Al Qur’an mengajarkan umatnya untuk
berbuat baik sampai pun ketika membunuh dan menyembelih.
Sebagai bukti lain bagi keindahan syari’at Al Qur’an adalah kisah yang
disampaikan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam berikut ini:
“Tatkala seseorang sedang berjalan di suatu jalan, ia ditimpa rasa haus
yang amat sangat, kemudian ia mendapat sumur, maka iapun turun ke
dalamnya, kemudian ia minum lalu keluar kembali. Tiba-tiba ia
mendapatkan seekor anjing yang sedang menjulur-julurkan lidahnya sambil
memakan tanah karena kehausan. Maka orang tersebut berkata: Sungguh
anjing ini sedang merasakan kehausan sebagaimana yang tadi aku rasakan,
kemudian iapun turun kembali ke dalam sumur, kemudian ia mengisi
sepatunya dengan air, lalu ia gigit dengan mulutnya hingga ia mendaki
keluar dari sumur tersebut, kemudian ia memberi minum anjing tersebut.
Maka Allah berterima kasih (menerima amalannya) dan mengampuninya. Para
sahabat betanya, Ya Rasulullah, apakah kita pada binatang-binatang
semacam ini akan mendapatkan pahala? Beliau menjawab, Pada setiap mahluk
yang berhati basah (masih hidup) terdapat pahala.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dan sebaliknya, menyiksa binatang tanpa alasan yang dibenarkan, juga
merupakan perbuatan dosa yang pelakunya akan mendapatkan balasannya yang
setimpal, sebagaimana dikisahkan pada hadits berikut,
“Ada seorang wanita yang masuk neraka karena seekor kucing, ia
mengikatnya kemudian ia tidak memberinya makan dan tidak juga
melepaskannya mencari makanan dari serangga bumi.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dan pada hadits lain Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam melarang
umatnya untuk menjadikan mahluk bernyawa sebagai sasaran memanah (bukan
untuk ditangkap lalu dimakan, akan tetapi hanya sekedar sebagai sasaran
latihan memanah) atau yang serupa:
“Janganlah engkau jadikan mahluk bernyawa sebagai sasaran.” (HR. Muslim)
Sudah barang tentu hadits ini bertentangan dengan hobi sebagian orang,
yaitu hobi berburu, dimana kebanyakan mereka tidaklah menginginkan
binatang yang berhasil ia tembak untuk dimakan, akan tetapi hanya
sekedar melampiaskan hobinya dan bersenang-senang dengan berhasil
membidik binatang buruannya.
|