Syari’at Al Quran bukan hanya mengatur
kehidupan dan berbagai hal yang di luar diri kita, bahkan syari’at Al
Quran juga mengatur segala hal yang berkaitan dengan diri kita, dimulai
dari makanan, penampilan, perilaku, dan lain-lain. Ini semua bertujuan
agar umat Islam menjadi insan dan mahluk yang paling bermutu dibanding
dengan insan dan mahluk lainnya. Sebagai contohnya, marilah kita
renungkan bersama ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan diri manusia.
Al Qur’an telah mengingatkan dan mengikrarkan bahwa manusia telah
mendapatkan karunia dari Allah Ta’ala, berupa dijadikannya mereka
sebagai mahluk yang paling mulia dibanding mahluk lainnya. Oleh karena
itu sudah sepantasnyalah bila mereka menjaga keutuhan martabat ini,
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka
di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al Isra’: 70)
Diantara wujud dimuliakannya umat manusia dalam syari’at Al Qur’an ialah
dilimpahkannya kepada mereka rezeki-rezeki yang baik dan halal, agar
dengan rezeki yang baik dan halal tersebut mereka dapat menjaga
kemurniaan martabat mereka. Sebab makanan dan pakaian –sebagaimana
diketahui bersama- memiliki pengaruh yang amat besar terhadap watak,
tabiat dan perilaku manusia. Maka dari itu, tidak asing bila kita
dapatkan orang yang banyak memakan daging onta lebih cepat marah dan
berperilaku kasar, dari pada orang yang memakan daging kambing sayuran,
dan orang yang lebih banyak memakan garam lebih mudah marah dibanding
dengan lainnya dan demikianlah seterusnya. Ini diantara pelajaran yang
dapat dipetik dari sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam,
“Sesungguhnya ketenangan itu ada pada para pemelihara kambing, sedangkan
kecongkakan dan kesombongan ada pada pemilik onta.” (Muttafaqun ‘alaih)
Para pemilik onta lebih sering memakan daging onta dan lebih sering
berperi laku kasar, karena demikianlah keadaan yang meliputi kehidupan
onta, beda halnya dengan para pemilik kambing.
Bila perbedaan perangai antara manusia dapat kita rasakan dengan
perbedaan jenis makanan yang mereka konsumsi, padahal makanan tersebut
sama-sama halal, maka tidak heran bila tabiat dan perangai manusia akan
berubah menjadi buruk bila makanan yang ia makan adalah makanan yang
tidak baik, atau haram. Oleh karena itu syari’at al Qur’an mengharamkan
atas umatnya segala makanan yang buruk,
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk.” (QS. Al A’araf: 157)
Syari’at Al Qur’an juga mengatur umatnya agar tidak bersikap
berlebih-lebihan dalam hidupnya, baik dalam hal makanan atau minuman
pakaian atau lainnya. Allah Ta’a berfirman,
“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al An’am: 141)
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Makanlah, minumlah, dan bersedekahlah engkau tanpa ada kesombongan dan
tanpa berlebih-lebihan, karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menyukai
untuk melihat tanda-tanda kenikmatan-Nya pada hamba-hamba-Nya.” (HR.
Ahmad, An Nasa’i dan lain-lain dan dishohihkan oleh Al Albani)
Dan pada hadits lain, Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam lebih jelas lagi
menjabarkan bagaimana seyogyanya seorang muslim makan dan minum,
“Cukuplah bagi seorang anak adam beberapa suap makanan yang dapat
menegakkan tulang punggungnya, dan bila harus (menambah) maka sepertiga
(perutnya) untuk makanan, dan sepertiga lainnya untuk minumnya dan
sepertiga lainnya untuk nafasnya.” (HR. At Tirmizi, An Nasa’i dll dan
dishahihkan oleh Al Albani)
Walaupun demikian, syari’at Al Qur’an sama sekali tidak melarang umatnya
untuk memakan makanan yang enak, memakai pakaian yang bagus, dan
menggunakan wewangian yang harum. Oleh karenanya tatkala Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang orang yang suka mengenakan
pakaian dan sendal yang bagus, beliau menjawab:
“Sesungguhnya Allah itu Indah dan menyukai keindahan. Kesombongan adalah
menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim)
Ini tentu menyelisihi sebagian orang yang beranggapan bahwa orang yang
multazim atau salafy atau taat beragama tidak pantas untuk berpenampilan
rapi, perlente, senantiasa rapi dan berpakaian bagus. Bahkan syari’at Al
Qur’an melarang umatnya untuk berpenampilan acak-acakan, berantakan dan
tidak menarik bak syetan,
“Dari sahabat jabir bin Abdillah rodhiallahu ‘anhushollallahu ‘alaihi
wasallam datang kepada kami, kemudian beliau melihat seseorang yang
rambutnya kacau-balau (tidak rapi), sepontan beliau bersabda, Apakah
orang ini tidak memiliki minyak yang dapat ia pergunakan untuk merapikan
rambutnya?” (HR. An Nasa’i dan dishahihkan oleh Al Albani)
Oleh karena itu tidak benar bila ada anggapan bahwa seorang muslim yang
taat beragama senantiasa tidak rapi atau tidak layak untuk berpenampilan
rapi, harum, berpakaian bagus dan menawan. Oleh karena itu sahabat
Abdullah bin Abbas berkata,
“Makanlah sesukamu, berpakaian dan minumlah sesukamu, selama engkau
terhindar dari dua hal: berlebih-lebihan dan keangkuhan.” (HR. Al
Bukhari, Abdurrazzaq, Ibnu Abi Syaibah dan Al Baihaqi)
|